Menjenguk Ibu Hani.
Jum'at, 27 November 2010.
Pagi itu, ketika sampai sekolah Renita yang akrab disapa Reno karena gayanya yang seperti anak cowok sempat bilang kepadaku: "Nanti jenguk Bu Hani kan?", aku mengangguk saja. Aku memang sudah sempat dengar-dengar sebelumnya kalau kita berencaana akan menjenguk Bu Hani dan mengambil 2 jam terakhir:MTK yang diajarinya. Tapi ternyata ini bukan cuma pernyataan asal-asalan yang kuterima seperti sebelum-sebelumnya. Tenyata anak-anak begitu niat. Beberapa berencana nantiakan naik motor ke rumah wali kelas kami yang cukup jauh itu. Sedangkan beberapa juga yang tidak bawa motor bisa naik angkot.
Aku dan Renota diutus untuk mencari alamat jelas Bu Hani. Kami mendatangi TU, disana ada papan besar yang berisi data-data Guru. Kami pun menyapa guru-guru yang ada disana dan menanyakan alamat Bu Hani. Aku mencoba mencari nama Bu Hani di papan itu dan menemukannya di nomer urut 11 sembari menunggu guru TU yang sedang mencari data beliau. Kusipitkan mataku agar bisa melihat jauh dengan tajam. Lahir di Sumedang, 21 Mei 1963. heem... data penting, aku dan Renota sepakat mencatatnya di Notes yang sengaja kubawa engan pulpen juga. Tak lama, guru Tu itu membawa file besar. Lembar demi lembar dibukanya, kami ikut melihat. Kami sempat tersenyum-senyum kecil melihat berkas-berkas lama Bu Hani. Tapi kok ada satu berkas aku lupa apa tapi kulihat tahun lahir beliau itu 1962 nah aku bingung salah liat yang mana nih. Lanjut deh, aku liat mulai dari ijasahnya(foto2 waktu masih seumuran kita loh, lain-lain, sampai akta nikahnya segala. wahh.... maafkan kami bu.
Tapi sudah berlembar-lembar, guru yang kebetulan sedang tidak memakai kacamata itu tidak kunjung menemukan alamatnya. Kami pun juga sulit menemukannya. Akhirnya guru itu berkata: "Tanya saja sama Ibu Haji Suhendah, dia deket itu sama Bu Hani", kami langsung mengangguk setuju, tidak mau membuang waktu mengingat sudah mau masuk jam pelajaran terakhir. Kami pun memasuki ruang guru, dan Alhamdulillah dari pintu sudah terlihat Bu Suhendah sedang bercakap-cakap. Kami langsung menghampirinya, salim lalu bertanya...
"Bu, mau nanya alamat Bu Hani", aku tersenyum, supaya terlihat sopan. "Ooooh", Bu Suhendah ber-O ria. Akhirnya ia pun menjelaskan secara detil. Mulai dari sungai, jembatan kecil, pohon bambu. Aku mengangguk riang, mengerti walau tidak tahu jalan situ. Reno berkali-kali mengeluarkan kata-katanya. Arah jalan dan blablabla. Ya, aku kan gak tau jalan, wk.
Setelah itu kami pamit dan keluar dari ruang guru, aku dan Reno langsung bertukar pikiran tentang kejadian tadi, mengomentari Bu Hani yang memang dari mudanya sudah cantik. Kami berlari kecil ke kelas sambil mengatakan: "We've got it! We've got it!", (bangga dapet alamatnya secara detil)
Setelah itu, alamat sudah siap. Pelajaran terakhir yang menjadi jam ajaran Bu Hani yang tidak masuk (MTK) kosong, kami bersiap-siap. Lalu langsung terusulkan ide untuk menulis di sebuah karton: Get Well Soon. yang ditandatangani semua anak. Akhirnya dengan agak susah payah dan repot, semua anak menadatangani karton itu, yang langsung digulung dan dipegang Hilman.
Beberapa anak mulai keluar, sang ketua kelas dan maskot 9-1, Sunu keluar lebih dahulu dengan alasan mau ambil helm. Yang naik angkot yaitu anak-anak cewek pun berangkat duluan, sedangkan kami yang naik motor (ada 5 motor belum diitung motornya Sunu) pun menunggu kedatangan mereka berdua yang lamanya minta ampun. Ternyata, begitu sampai, Sunu sudah berganti baju dengan dilapisi rompi pramuka kebanggaannya. yang katanya juga hais sekalian isi bensin.
Tak mau buang waktu, kami pun langsung berangkat, aku dibonceng Renota, dia menyingkapkan roknya keatas (seperti biasa) jadi yang terlihat adalah Celana Basket kesukaannya. Kami melewati jalan belakang, yang pasti bukan melewati MM. aku juga tidak tau jalan mana yang pasti lewat Galaksi. Setelah cukup lama, akhirnya kami tiba di Kayuringin, aku melihat sungai seperti yang diinstrusikan Bu Suhendah, aku langsung berkata:"Ini kan,sngainya. Berarti tinggal cari pohon bambu". Motor masih melaju, rombongan dipimpin Aditya Rahman. Dia bertanya pada seorang pemuda di dekat sungai. Katanya lurus mentok belok kiri kalau mau ke perumahan Kayuringin. aku langsung bingung, habis kata Bu Suhendah lurus saja sampai ketemu pohon bamu pokoknya. Akhirnya jadilah kami muter-muter sampai Raka berkata: "Tadi gue liat pohon bambu", yang setelah itu kami langsung menuju ke tempat yang dimaksud Raka.
Dan sampailah kami di sebuah rumah kecil nan kelihatan asri. Semua berbisik, apa benar ini rumah Bu Hani. alamatnya sih betul. Tak lama setelah berdiskusi siapa yang mau mengetok pintu ataupun menelpon rumahnya saja, keluarlah 2 orang laki-laki dewasa dari rumah itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung menghampiri salah satunya yang wajahnya hampir mirip Bu Hani, "Permisi, apa benar ini... (berpikir sebentar), rumah Bu Hani?". "iya, benar". jawabnya. Aku langsung bingung, mengalihkan pandangan ke Renota, aku takuuut... (???). Akhirnya setelah blablabla dari yang lainnya kami pun dipersilahkan masuk. Dengan 2 orang tadi pergi dengan motor meninggalkan kami. Muncullah seorang wanita paruh baya mempersilahkan kami masuk, tapi kami hanya diam di teras, lalu diputuskanlah untuk beberapa orang membawa semua motor untuk menjemput yang katanya sedang menunggu di dekat SMAN 2 (yang tadi naik angkot).
Tak lama setelah mereka pergi dan aku, Renota, Ijal, Hilman, dan Reza yang tertinggal berbincang sedikit. Mengomentari blablabla. Tak lama, Bu Hani muncul di ambang pintu, kami langsung bergegas mnghampiri beliau yang sumringah melihat kami meski kondisinya terlihat lemas. Satu persatu dari kami salim, lalu dipersilahkan masuk kedalam. Disana, Bu Hani menceritakan penyakitnya, beliau bayak bercerita, sesekali kami menanggapi, juga bercerita tentang kelas, dan juga menyerahkan karton berisi tandatangan itu. Kami juga menceritakan kejadian dimana Faisal berlari-lari kearah kami yang naik motor dan sudah siap berangkat. Ia sedikit berteriak: "oi.. gua belom tanda tangan". huuf, baru ingat tadi kan waktu kita tandatangan memang tidak ada, kemana dia? ke SD, ambil ijasah yang belum diambil, lapornya. Semua langsung mengeluh melihat kedatangannya, karena juga buru-buru.... akhirnya pun Faisal menorehkan tanda tangannya dengan pulpen (yang lain spidol) dengan buru2 dan tanpa alas. Bu Hani tertawa mendengarnya. Beliau berkata: "Faisal itu... anaknya.. mau dapet perhatian ya", katanya lembut dengan logat khas sundanya. Eitts.. jangan salah sangka dulu, kalau kalian yang membaca ini belum kenal Ical (begitu biasanya disapa), kalian jangan berpikiran yang tidak-tidak dengan perkataan Bu Hani ini, karena memang kenyataan.
Oke, lanjut -,-". Bu Hani pun menggulung karton itu dengan rapih, dipandanginya sambil senyam senyum, terharu mungkin. Katanya kami kompak, tak lama rombongan yang menjemput tadi beserta yang dijemput datang. Keadaan mulai ricuh, karena banyak orang. Kira-kira ada 17 anak lah di satu ruang itu (belum ditambah Bu Hani). Tiba-tiba suara Adzan terdengar, ini kan hari Jum'at saatnya anak lelaki yang wajib mengikuti sholat tersebut. Bu Hani menunjukkan masjid terdekat yang masih kelihatan dari rumahnya, sebenernya ada di seberang sungai depan rumahnya, tapi ya harus nyeberang. Jauh-jauh juga. Semua anak lelaki- kecuali Raka yang beragama Hindu-pun pergi dengan motor menuju mesjid. Tinggallah kami disana, anak cewek beserta Raka. Bu Hani menawari makanan (bahkan yang ditawari pertama itu air minum loh tapi kita tetep gak ada yang mau sampai Raka duluan yang mengambilnya). Kami melanjutkan perbincangan, yang tadinya mulai ragu-ragu toh makanan itu diambil sedikit-sedikit juga, khususnya Kripik Balado, khas Padang. Nyaaam... pedas. Kami saling bertukar cerita banyak dengan Bu Hani rasanya seperti ibu sendiri saja. Kami tertawatawa tapi masih dalam taraf sedikit, karena Hanya Atri yang betul-betul tertawa lepas - yang bunyinya aneh.
Rombongan anak yang sholat Jum'at pun kembali, keadaan makin ricuh. Makanan yang tadinya hanya berkurang sedikit demi sedikit kini terambil dengan raupan-raupan lapar. Bahkan, kadang jahil. Semuanya bercanda, menghangatkan suasana. Kadang ada yang terpojok, kadang yang memojokkan menjadi terpojok (kalimat bahasa Indonesia yang aneh, maaf nilai bahasaku memang jelek). Pokoknya saaat itu benar-benar ricuh, berbeda sekali dengan sebelum kedatangan mereka yang tenang dengan bercandaan ringan. Maklum sebelumnya kan anak cewek semua(ditambah Raka). Aku melihat Bu Hani berkali-kali menggulung ulang karton itu, agar rapih. Uh, harusnya beli pita tadi, umpatku menyesal. Yah tapi semua kan memang mendadak. Tanda tangannya saja hanya ada satu warna memakai spidol kelas berwarna hitam yang untuk papan tulis. Tasya menanyakan perihal 'belum sholatnya kita, para anak cewek yang ridak sedang berhalangan', aku bingung tidak enak bilangnya untuk menumpang. Tapi kalau tidak disini takutnya nanti dalam perjalanan tidak keburu, apalagi jauh. akhirnya dengan dibantu Lulu, kami pun minta izin untuk menumpang sholat. Aku keluar sebentar mengambil tasku yang tadi memangditaruh diluar, untuk mengambil mukena. Bu Hani menunjukki suatu ruang di lantai 2 yang terlihat dari bawah sini. Aku pun memimpin naik keatas mencari jalan menyusuri struktur rumah Bu Hani yang asing dan agak membingungkan Tetapi untungnya aku pintar mencari jalan, langsung menemukannya tanpa memutar-mutar sedikitpun.
Kami tiba di ruang sholat yang 'waoww' kami semua kagum, ruang sholat ini kelihatan sangat nyaman dan syahdu. Dari jendelanya terlihat halaman belakang yang terlihat asri. Lalu kami pun sholat dengan mukena bergantian walau ada yang sholat tanpa mukena karena hari itu kan hari jumat jadi pakaiannya panjang asal pakai kaus kaki boleh saja. Aku terus memandandi struktur rumah ini dengan kagum, wah... senang sekali rasanya disini. tapi langit mendung kala itu, aku langsung berpikir, pasti meyeramkan misalnya ada badai disini, kaca berderit-derit. Dahan pohon melambai-lamabai (over thinking).
Kami turun ke bawah lagi, suasana masih hangat walau langit mendung. Fiki yang tak lepas dari handphonenya itu tiba-tiba berkata: "Eh, katanya di 9 udah ujan". kami semua kaget disini memang mendung tapi air tak turun setetes pun, sepertinya. Obrolan masih berjalan lancar. Beberapa anak mengeluarkan banyolan-banyolan mereka. Terkadang salah satu dari mereka (anak cowok) juga dipojokkan. "Bu..", fiki menepuk kedua tangannya sekali, "Nama saya M.Zulfikar, saya kelas 9-1", katanya lagi. yang lain hanya tertawa, sudah bisa menebak maksudnya, kami mebiarkannya karena kami juga sepikiran. "Berhubung langit mendung, sebentar lagi hujan, dan.. hujan itu air", kata Fiki sambil menepuk-nepuk tangannya sesekali membentuk irama yang langsung terpotong ledakan tawa anak-anak lain yang tidak tahan melihat sikapnya itu, "ALIBIIIII", teriak semuanya. Tertawa puas.
Fiki mencoba mengulang kalimatnya lagi, namun yang terjadi malah banyolan-banyolan yang memojokkan Fiki dan Sunu (sang maskot) disitu. Kami semua tahu, kami memang ingin cepat pulang karena langit sudah mendung tapi buingung mengatakannya. Dampai tiba bisaik-bisik beberapa anak. "Eh, udah mendung nih", "Pulang yuuk", "Iyaa.. nanti keburu hujan", "Yaudah, sekarang nih?", dan akhirnya kami pun pamit pulang yang awalnya dipandu siapa aku lupa. Semua anak salim sambil mengucapkan terimakasih dan juga maaf karena telah merepotkan.
Kami keluar rumah Bu Hani, memakai sepatu, mulai mengeluarkan motor dari teras, setelah anak cewek yang jalan kaki pergi duluan. Kami menancap gas dan pamit lagi. Sebenarnya di jalan sempat tertjadi beberapa insiden, tapi hendaknya dilupakan saja. Di jalan, kami yang naik motor tiba-tiba dikeroyok hujan yang awalnya gerimis. Kami pun berteduh di sebuah pohon besar di tepi jalan. Kami berlari kecil menuju warung yang ada tendanya untuk berteduh. Tapii terlalu sempit untuk kami semua. Kulihat Aditya Putra telah berada di tukang cakwe yang tak jauh dari kami, semua berkomentar berkata ia jajan sendirian. Tak lama, Reza menyusulnya, lalu Ijal, aku dan Reno. Setelahnya muncul Rahman, Sunu dan juga Ridwan. Ternyata disana Aitya Putra juga hanya numpang meneduh. Akhirnya Rahman pun membeli cakwe yang cukup banyak dan membagi-bagikannya. Satu persatu dari kami pun mulai membeli, banyak untuk dibagi-bagi.
Disana, Aditya Putra sempat bercerita: "gue bingung deh, ini ada resletingnya blablabla" (catatan:aku lupa kalimat yang diucapkannya), intinya ternyata tersimpan jas hujan untuk tasnya disana. Bzzz, kenapa tidak dari tadi, dia pun langsung berceloteh inginpulang duluan, kebetulan Reza dan Rahman yang tadi menyebrang ke Tempat makan Mie Ayam sempat meminta plastik besar untuk buku-buku mereka. Dapat kulihat dari kejauhan (aku masih di tempat cakwe mereka di warung pertama tadi), Panji, Fiki, Rahman, dan REza mengeluarkan buku-buku berharga mereka, memasukkannya ke dalam plastik besar menjadi satu agar tidak bsah.
Hujan tidak turun begitu derasnya lagi. Dan ternyata Ridwan membawa jas hujan, kenapa tidak dari tadi (lagi). Fuuh, cukup meriberkan juga waktu itu. Motor digas kembali, lama kelamaan hujan sudah rintik-rintik saja. Bahkan lama kelamaan sudah reda. Tapi dijalanan yang becek dan banyak tergenang airitu, anak-anak cowok mulai rusuh dengan mengebut danmenyemburkan genangan air kemana-mana. Kakiku sempat basah karenanya, -______-. Ya tapi enjoy aja deh.
Akhirnya kami kembali ke sekolah, aku dan Reno sih ada perlunya, mau ngecek kelas, ke toilet plus ketemu Ghina juga untuk Gama. Sedangkan Raka dan Fiki tidak (harusnya mereka juga gama), karena tidak mau dalam keadaan baju basah begitu. Anak cowok mengikuti aku dan Reno yang menuju tempat makan mie deket sekolah disitu ada Ghina, Tasya dan Fathiyyah (yang tadiduluan) sudah ada disana plus sudah makan mie ayam tanpa kehujanan. waaah.... enaknya, tapibiarlah. Disitu kami sempat bercakap-cakap sedikit. Lalu akuu Reno dan Ghinamasuk ke sekolah, mengecek kelas dan menujukamar mandi. begitu keluar lagi, sepi. semua sudah balik, yang sempat tadi kudengar katanya mau ke rumah Ijal, sedang Fathiyyah dan Tasya pulang ke rumahnya duluan karena sudah tau kami mau Gama. Kami pun berangkat bersama ke Gama dengan Reno naik motor sedang aku dan Ghina berjalan kaki. well, itulah cerita- menurut sudut pandangku- atas kejadian yang cukup menyenangkan bila diingat lagi nanti. Jadi, yang terlibat disini di masa depan-misalnya membaca ini-tolong kenang baik-baik guru kita ini. Seperti yang kudengar dari Reno, katanya Bu Hani cerita ke anak-anak 9-3 bahwa beliau reunian dan menengok gurunya. Katanya gurunya sangat senang dan terharu, karena kini murid-murindya telah sukses. Menyenangkan, bukan ?
huft, sepertinya anak2 dominion belum ada yang tau aku buat cerita ini, biar deh.
BalasHapusseru cid!!!
BalasHapusJadi keingetan cerita ini :')
iya ya, gue jadi sedih. harus reunian sama bu hani, jal! wkwk
BalasHapus